Selasa, 21 Mei 2013

Pelanggaran dan Sanksi Bagi Karyawan


Hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan serta pengelolaan pelanggaran kerja, mekanismenya diatur dalam aturan mainIndustrial relation”. Karyawan memiliki hak dan kewajiban yang seharusnya seimbang. Contoh hak karyawan adalah seperti kompensasi yang sesuai dengan perjanjian kerja, cuti tahunan/istirahat, pengembangan kompetensi, penilaian kinerja. Hak perusahaan misalnya seperti pencapaian target perusahaan, kedisiplinan karyawan, loyalitas, perlindungan kerahasiaan, komitmen, kerjasama tim.

Pada dasarnya, aktivitas dan perilaku karyawan dalam perusahaan diatur dalam aturan internal perusahaan, baik dalam bentuk Peraturan Perusahaan, Kebijakan, SOP, Kode Etik dan sebagainya. Hal ini diperlukan agar karyawan tidak melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan risiko-risiko yang dapat berdampak juga pada perusahaan maupun rekan kerja (risiko fisik maupun non-fisik; seperti reputasi, kedisiplinan, dan lain-lain). Dan untuk menegakkan sebuah aturan, tentu harus juga dibuat reward & punishment-nya, aturan bagi yang melanggar dan kompensasi bagi yang menerapkan.

Terkait dengan pelanggaran, dapat dikenakan sanksi berupa surat teguran/peringatan. Jika hal ini sudah dilakukan berulang-ulang maka mekanisme pemberian surat peringatan dapat dilakukan sesuai Undang-undang No. 13/2003 yakni Surat Peringatan Pertama (SP1), SP2, SP3/Akhir hingga pemberian PHK jika setelah diberikan SP3 tidak ada upaya perbaikan dan/atau pelanggaran yang dilakukan tergolong pelanggaran berat yang tidak dapat ditoleransi. (Kategori pelanggaran berat dapat dilihat juga pada Undang-undang atau merujuk pada kategori perdata, pidana dan/atau khusus seperti korupsi).

Berikut ini adalah jenis-jenis sanksi yang akan dijatuhkan kepada karyawan sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan.

Sanksi-sanksi yang diberikan berupa:
1. Peringatan Tertulis (pertama, ke dua dan ke tiga).
2. Pemindahan lingkungan tugas.
3. Pengurangan gaji/penghasilan.
4. Penurunan strata/golongan/skala gaji.
5. Pencabutan tunjangan/kompensasi tertentu.
6. Penurunan status karyawan.
7. Diberhentikan sementara.
8. Diberhentikan dengan hormat.
9. Diberhentikan secara tidak hormat.

Tata cara pemberian  sanksi kedisiplinan/hukuman jabatan meliputi:
1. Karyawan yang melakukan pelanggaran sebelum dikenakan sanksi akan diadakan
    pemeriksaan oleh atasan langsungnya  atau Pejabat yang ditunjuk oleh perusahaan
    melakukan pemeriksaan.
2. Hasil pemeriksaan tersebut dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang
    ditandatangani oleh pemeriksa dan yang diperiksa.
3. Selanjutnya atasan langsung karyawan tersebut atau pejabat yang ditunjuk
    melakukan penilaian terhadap pelanggaran yang dilakukan dan merekomendasikan
    macam dan nilai pelanggaran kepada Pimpinan Perusahaan.
4. Dengan mempertimbangkan rekomendasi atasan langsung karyawan tersebut,
    Pimpinan Perusahaan menetapkan sanksi kedisiplinan/hukuman jabatan.

Beberapa macam/jenis hukuman disiplin dapat diberikan kepada karyawan/pekerja sekaligus untuk suatu kasus pelanggaran tertentu hanya apabila telah diatur dalam perjanjian kerja (PK), peraturan perusahaan (PP) atau perjanjian kerja bersama (PKB). Hal ini secara tersirat diatur dalam Pasal 161 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK):

(1) Dalam hal pekerja/buruh melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama, pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja, setelah kepada pekerja/buruh yang bersangkutan diberikan surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.

(2) Surat peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing berlaku untuk paling lama 6 (enam) bulan, kecuali ditetapkan lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Menurut penjelasan Pasal 161 ayat (2) UUK masing-masing surat peringatan dapat diterbitkan secara tidak berurutan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam PK atau PP atau PKB.
Bagi pekerja yang melakukan pelanggaran sehingga mengakibatkan kerugian bagi perusahaan dapat juga dikenakan denda (dalam prakteknya dilakukan dalam bentuk pemotongan upah). Hal ini merujuk pada Pasal 95 ayat (1) UUK:

"Pelanggaran yang dilakukan oleh pekerja/buruh karena kesengajaan atau kelalaiannya dapat dikenakan denda."

Namun, pengenaan denda terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran juga wajib memperhatikan ketentuan dalam Pasal 20 ayat (1) PP No 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah (PP 8/1981) yakni denda atas pelanggaran sesuatu hal hanya dapat dilakukan apabila hal itu diatur secara tegas dalam suatu perjanjian tertulis atau peraturan perusahaan (PK atau PP atau PKB).

Lebih jauh dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 20 ayat (4) PP 8/1981 bahwa yang dimaksud dengan pelanggaran dalam hal ini adalah pelanggaran terhadap kewajiban-kewajiban buruh yang telah ditetapkan dalam perjanjian tertulis antara pengusaha dan buruh mengenai demosi (penurunan jabatan) tidak diberikan pengaturannya dalam UUK maupun peraturan perundang-undangan lain terkait dengan ketenagakerjaan. Dengan demikian, pengaturan mengenai demosi ini dapat diatur sendiri di dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Sehingga hal-hal yang terkait dengan pengenaan disiplin terhadap pekerja yang melakukan pelanggaran dan merugikan perusahaan sebenarnya lebih diserahkan kepada pihak pengusaha dan pekerja untuk disepakati bersama dalam bentuk PK atau PP atau PKB.

Dasar hukum:
1.  Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2.  Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah.

1 komentar:

  1. Kiranya berapa persen dari gaji yg di denda oleh pihak perusahaan ke pada buruh ??
    Jika buruh tidak membayar denda tersebut apakah bisa di pidana ?? Sekalipun tidak tanda tangan kontrak di atas materai.

    BalasHapus