Dari sekitar 16 ribu puskesmas di seluruh Indonesia misalnya hanya
sekitar 2 ribu puskesmas yang telah siap memberikan pelayanan kesehatan
kejiwaan. Tenaga kesehatan pun banyak yang belum tanggap pada situasi
gangguan kejiwaan dari seorang pasien yang datang dengan keluhan-keluhan
yang mirip gejala sakit fisik biasa. Padahal informasi dari Dirjen Bina
Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan, pada 2011 lalu saja ada sekitar
17,4 juta jiwa penduduk dewasa di Indonesia yang menderita gangguan
kejiwaan dan angka ini ditengarai terus meningkat dari tahun ke tahun.
“Beban pekerjaan, beban kesulitan ekonomi, persoalan di sekolah atau di
tengah pergaulan bisa memicu stres dan bahkan depresi yang berujung
pada terjadinya gangguan kejiwaan, dan ini sesungguhnya harus dideteksi
dan ditanggulangi sejak dini.
Sebab, gangguan kesehatan jiwa pada masyarakat bisa berimbas pada
penurunan kualitas hidup masyarakat di masa datang. “Orang yang penuh
tekanan, kecemasan, bisa muncul menjadi pribadi yang agresif, sulit
bersosial, mudah curiga dll. Lama-lama bisa terkikislah karakter
masyarakat Indonesia yang dulu dikenal santun, ramah dan relijius itu.”
Sayangnya masyarakat sendiri masih asing dengan istilah gangguan
kejiwaan. Umumnya masyarakat memahami gangguan kejiwaan dengan kondisi
“gila” yang sebenarnya merupakan gangguan kesehatan jiwa kelas berat.
Padahal, gangguan kejiwaan itu sangat luas cakupannya, meliputi
sekumpulan gejala psikologis dan perilaku membuat seseorang mengalami
penderitaan dan mengalami penurunan fungsi sehari-hari seperti fungsi
bersosialisasi, belajar, bekerja, merawat diri dan lain-lain. Mulai dari
kecemasan, stres, depresi, panik lantas schizoprenia hingga tindakan
bunuh diri.
Karena itu harusnya, pihak pemerintah lebih memperhatikan masalah
gangguan kejiwaan ini dengan menyediakan sarana, akses dan ketersediaan
tenaga kesehatan bagi pelayanan gangguan kesehatan lebih banyak dan
merata di seluruh wilayah Indonesia, termasuk dengan secara bertahap
dilatih untuk sigap mendeteksi dan melayani pasien yang datang dengan
gangguan kejiwaan.
“Bisa saja gejala yang nampak atau dilaporkan itu seperti sakit kepala
atau pusing biasa atau gangguan pencernaan, sulit tidur, sulit
berkonsentrasi, lelah, lesu, tetapi tenaga kesehatan yang terlatih bisa
mendeteksi dan menggali kumungkinan adanya gangguan kejiwaan pada
pasien sehingga bisa diatasi sejak dini.”
Kita berharap pendeteksian gangguan kejiwaan sejak dini ini bisa secara
siginifikan mengurangi masalah-masalah sosial yang kini banyak terjadi
di tengah masyarakat.
“Anak-anak yang suka tawuran, masyarakat yang mudah tersulut emosinya
untuk bertindak anarkis, orang-orang yang gampang tersinggung, saling
curiga, malas bergaul, atau remaja yang labil hingga gampang
terpengaruh bujukan orang seperti dari kenalan di facebook, insyaAllah
bisa diatasi dan diminimalisir salah satunya dengan upaya agar stres,
kecemasan atau masalah yang membebani diri mereka bisa dideteksi dan
diatasi sejak dini".
Sumber: http://www.jabarprov.go.id/index.php/subMenu/informasi/artikel/detailartikel/48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar